Mendorong Efisiensi Sistem Kesehatan Nasional Lewat Pemberdayaan Apoteker Komunitas

Apoteker Komunitas, Garda Terdepan

apt. Ismail, S.Si. (Presidium Nasional FIB)

6/29/20252 min read

Sistem kesehatan Indonesia sedang menghadapi tantangan besar: biaya kesehatan terus meningkat, sementara potensi defisit pembiayaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) masih membayangi. Di tengah situasi ini, Perkumpulan Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) mengambil langkah konkret dengan mengusulkan kebijakan strategis pemberdayaan apoteker komunitas sebagai solusi efisiensi sistem dan peningkatan mutu layanan kesehatan primer.

Mengapa Apoteker Komunitas?

Selama ini, peran apoteker di tingkat komunitas masih terbatas pada aspek distribusi obat. Padahal, di banyak negara maju, apoteker telah menjadi bagian penting dalam sistem layanan primer, berperan aktif dalam pencegahan, edukasi, skrining awal, bahkan manajemen penyakit kronis.

FIB melihat potensi besar jika apoteker komunitas di Indonesia diberdayakan lebih luas:
✅ Dapat mengurangi beban puskesmas dan rumah sakit untuk kasus-kasus ringan (minor ailments)
✅ Membantu masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan yang cepat, murah, dan dekat
✅ Memberikan kontribusi penghematan biaya yang signifikan bagi negara

Bukti dan Data yang Mendukung

FIB menyusun kajian berbasis data dan evidence global. Hasilnya cukup mencengangkan:

  • Penghematan potensi hingga Rp 3,4 triliun per tahun jika apoteker komunitas dimaksimalkan.

  • Return on Investment (ROI) mencapai 194%, artinya, setiap Rp 1 yang diinvestasikan bisa menghasilkan manfaat Rp 1,94.

  • Model serupa telah berhasil diimplementasikan di Inggris (Pharmacy First), AS (Medication Therapy Management), dan Australia (Expanded Scope of Practice).

Empat Usulan Strategis FIB

Dalam dokumen resmi yang disampaikan kepada Pemerintah, FIB menawarkan empat pilar perubahan:

  1. Revisi regulasi praktik apoteker, termasuk perubahan subtantif terhadap definisi Apoteker, pengakuan dan perluasan kewenangan seperti pemberian vaksin, skrining, dan layanan promotif dan preventif.

  2. Skema remunerasi berbasis hasil (outcome-based) yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan.

  3. Pelatihan dan sertifikasi klinis berkelanjutan bagi apoteker komunitas.

  4. Integrasi data layanan ke dalam sistem digital Satu Sehat, untuk transparansi, pelaporan, dan efisiensi sistem.

Komitmen FIB untuk Kolaborasi

FIB percaya, perubahan tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, FIB menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi dengan:

  • Kementerian Kesehatan RI

  • BPJS Kesehatan

  • Konsil Kesehatan Indonesia

  • Serta seluruh pemangku kepentingan dalam sistem kesehatan nasional.

Tujuannya satu: mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) yang tidak hanya menjangkau semua, tetapi juga bermutu dan berkelanjutan.

Apa Langkah Selanjutnya?

FIB terus membuka ruang dialog dan advokasi dengan pihak terkait, termasuk melakukan audiensi dengan pejabat di lingkungan Kementerian Kesehatan. Semoga langkah ini menjadi awal kolaborasi yang membawa manfaat luas, tidak hanya bagi profesi apoteker, tapi untuk seluruh masyarakat Indonesia.