Di USA, Apoteker Komunitas Bisa Suntik, Skrining, hingga Resepkan Obat: Kenapa Belum di Indonesia?
Memandangi mimpi


Tahukah Anda bahwa di Amerika Serikat, Apoteker Komunitas bisa memberikan vaksin, melakukan tes kesehatan, bahkan meresepkan obat untuk penyakit ringan seperti flu, infeksi saluran kemih, atau gangguan pencernaan?
Apoteker di negeri Paman Sam tidak hanya duduk di balik konter menyerahkan obat. Mereka ikut menangani pasien, terutama yang mengalami penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes. Mereka juga terlibat dalam program berhenti merokok, manajemen HIV, dan penyuntikan vitamin atau kontrasepsi.
Semua itu diatur dalam skema bernama Collaborative Practice Agreement (CPA), kerja sama antara dokter dan apoteker untuk menangani kasus tertentu secara efisien.
Apa yang Bisa Dilakukan Apoteker di Amerika?
Di Amerika Serikat, kewenangan apoteker komunitas sangat luas dan diatur oleh masing-masing negara bagian. Mereka tidak hanya menyerahkan obat, tapi juga:
Meresepkan obat dalam kondisi tertentu, terutama melalui skema Collaborative Practice Agreements (CPA) bersama dokter;
Melakukan vaksinasi — dari flu hingga COVID-19;
Melakukan skrining penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan kolesterol;
Menyuntikkan obat non-vaksin, seperti vitamin B12 atau kontrasepsi;
Mengelola terapi pasien kronis melalui program Medication Therapy Management (MTM);
Dan yang tak kalah penting: terintegrasi dengan rekam medis digital pasien.
Model seperti ini terbukti efektif, terutama untuk menjangkau daerah rural yang kekurangan dokter. Apoteker menjadi tenaga kesehatan yang dapat diakses dengan cepat, efisien, dan terjangkau.
Bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia, fungsi apoteker komunitas masih dibatasi oleh regulasi sebagai "penyerah obat". Apoteker memang wajib memberikan konseling dan melakukan pemantauan terapi dan efek samping obat, namun hanya berbasis pada dispensing. Apoteker Komunitas di Indonesia :
Mereka tidak boleh meresepkan obat, bahkan untuk kasus ringan seperti flu atau asam lambung;
Tidak diberi kewenangan untuk melakukan vaksinasi atau skrining langsung;
Tidak dapat menyuntikkan obat, meskipun telah menjalani pelatihan;
Tidak mendapatkan remunerasi atas "layanan klinik" yang mereka berikan.
Padahal, ribuan apotek (baca Apoteker Komunitas) tersebar di seluruh Indonesia, dari pusat kota hingga pelosok desa. Jika peran apoteker dimaksimalkan, akses pelayanan kesehatan masyarakat akan meningkat drastis, tanpa harus selalu bergantung pada rumah sakit atau puskesmas.
Mengapa Ini Penting?
Kita sedang menghadapi krisis efisiensi dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Anggaran terus naik, tetapi beban klaim tak kunjung turun. Negara-negara maju mulai mengandalkan tenaga kesehatan non-dokter, seperti apoteker dan perawat, untuk menangani layanan primer yang bersifat sederhana namun krusial.
Jika Indonesia membuka peluang prescribing terbatas dan layanan preventif di Apoteker Komunitas, studi menunjukkan potensi penghematan miliaran rupiah per tahun. Apoteker bisa menjadi solusi praktis untuk:
Menyaring pasien yang benar-benar perlu dirujuk ke dokter;
Meningkatkan kepatuhan minum obat (yang selama ini rendah di Indonesia);
Mengurangi beban antrean layanan kesehatan primer.
Mencegah hospitalisasi yang tidak perlu
Peluang Efisiensi Sistem Kesehatan
Pembatasan kewenangan apoteker berdampak pada efisiensi sistem. Ketergantungan penuh pada fasilitas kesehatan formal untuk layanan yang sebenarnya dapat ditangani di tingkat apoteker menyebabkan antrean panjang, beban kerja dokter yang tinggi, dan pembiayaan yang tidak efisien.
Data dari berbagai studi menunjukkan bahwa pelibatan apoteker dalam MTM dan skrining penyakit ringan dapat mengurangi kunjungan ke rumah sakit, mencegah komplikasi, serta meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi.
Dengan mengadopsi model seperti CPA atau prescribing terbatas, Indonesia dapat mengurangi beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), khususnya dalam pengelolaan penyakit kronis dan layanan promotif preventif.
Rekomendasi Kebijakan
Transformasi layanan kesehatan yang dicanangkan pemerintah, termasuk penguatan layanan primer, perlu disertai dengan reformasi regulasi profesi kesehatan. Salah satu usulan yang mengemuka adalah:
Memberikan kewenangan terbatas kepada apoteker untuk meresepkan obat-obatan tertentu dalam kondisi terkendali;
Mengintegrasikan apotek dalam program skrining nasional (hipertensi, diabetes, dislipidemia);
Melatih dan mensertifikasi apoteker untuk layanan vaksinasi dan injeksi dasar.
Langkah-langkah ini harus dilandasi standar kompetensi nasional yang ketat, sistem pengawasan yang kuat, serta pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi.
Penutup
Apoteker komunitas memiliki potensi besar untuk menjadi garda depan layanan kesehatan di masyarakat. Dengan perluasan peran yang terukur, Indonesia dapat memperkuat sistem kesehatan dari sisi akses, kualitas, sekaligus efisiensi pembiayaan.
Reformasi regulasi bukan hanya soal membuka kewenangan, tetapi mengoptimalkan sumber daya yang telah tersedia, demi sistem kesehatan yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan.