Analisis Kritis Komparatif Terhadap Lima Bentuk Definisi Apoteker
Mengasah Kewarasan


Pendahuluan
Analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi lima bentuk definisi Apoteker di bawah ini guna menentukan mana yang paling sesuai dan layak untuk diadopsi sebagai definisi operasional dalam peraturan perundang-undangan (seperti Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah) dan/atau Standar Profesi Apoteker di Indonesia. Evaluasi ini didasarkan pada empat kerangka acuan utama:
Nilai Utama UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan: Fokus pada mutu layanan, keselamatan pasien, akuntabilitas, dan kewenangan tenaga kesehatan.
Pola Definisi Yuridis Advokat: Sebagai pembanding profesi hukum yang menekankan proses untuk memperoleh status.
Pola Definisi Yuridis Notaris: Sebagai pembanding profesi dengan status pejabat publik yang menekankan kewenangan.
Wawasan Internasional (WHO & FIP): Sebagai pertimbangan untuk visi dan peran ideal profesi Apoteker secara global.
Kerangka Acuan Analisis
Sebelum menganalisis kelima definisi, mari kita tetapkan landasan perbandingannya.
1. Acuan Nilai Utama: UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
UU ini membawa semangat transformasi sistem kesehatan. Untuk profesi, nilai-nilai utamanya adalah:
Akuntabilitas & Tanggung Jawab Hukum: Tenaga kesehatan dan tenaga medis memiliki tanggung jawab hukum yang jelas atas tindakan profesionalnya.
Kewenangan Berbasis Kompetensi: Praktik harus didasarkan pada standar kompetensi dan kewenangan yang terdefinisi dengan baik.
Fokus pada Mutu & Keselamatan Pasien: Seluruh penyelenggaraan kesehatan harus berorientasi pada hasil terbaik bagi pasien.
Penyelenggaraan Praktik: Adanya pengakuan terhadap praktik mandiri maupun kolaboratif, serta adaptasi terhadap teknologi (telefarmasi/telemedisin).
Definisi operasional yang baik harus mencerminkan nilai-nilai ini secara eksplisit maupun implisit.
2. Pola Definisi Pembanding
Advokat (UU No. 18 Tahun 2003): "Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini."
Logika Pola: Definisi ini berfokus pada fungsi ("memberi jasa hukum") dan status ("memenuhi persyaratan"). Pola ini menekankan bahwa status "Advokat" diperoleh setelah melalui serangkaian proses (pendidikan, ujian, magang, pengangkatan) yang diatur lebih lanjut dalam UU tersebut. Ini adalah definisi status-fungsional.
Notaris (UU No. 2 Tahun 2014): "Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya."
Logika Pola: Definisi ini sangat menekankan pada otoritas ("pejabat umum yang berwenang"). Pola ini menempatkan Notaris sebagai pemegang kewenangan publik yang diberikan oleh negara. Ini adalah definisi otoritas-fungsional.
3. Pertimbangan Internasional
WHO & FIP: Secara umum, WHO dan FIP mendefinisikan Apoteker bukan dari status legalnya, melainkan dari peran dan dampaknya pada sistem kesehatan. Mereka adalah ahli obat (medicines expert), pemberi layanan kesehatan yang mudah diakses, komunikator, dan manajer yang berkontribusi pada kesehatan masyarakat. Definisi ini bersifat peran-idealistik dan berfungsi sebagai visi profesi.
Analisis Kritis Komparatif Terhadap Lima Bentuk Definisi Apoteker
Berikut adalah analisis untuk setiap definisi:
Definisi 1: Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Analisis Kritis:
Kelebihan: Sederhana dan mendefinisikan titik awal seseorang menjadi Apoteker secara seremonial dan akademik.
Kelemahan: Definisi ini sangat tidak memadai untuk konteks hukum dan praktik modern. Ini hanya menjelaskan cara menjadi Apoteker, bukan apa itu Apoteker dalam konteks pelayanan kesehatan. Tidak ada unsur kewenangan, tanggung jawab, akuntabilitas, maupun ruang lingkup praktik. Definisi ini sudah usang dan tidak sejalan dengan semangat UU 17/2023.
Kesesuaian: Rendah. Gagal total dalam menangkap esensi akuntabilitas dan kewenangan yang menjadi inti UU Kesehatan baru.
Definisi 2: Apoteker adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan profesi, lulus ujian kompetensi, telah mengangkat sumpah profesi sesuai etika profesi dan telah terregistrasi sebagai apoteker dengan kewenangan menyelenggarakan dan melaksanakan praktik kefarmasian, menyerahkan obat dengan resep serta obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras tertentu tanpa resep secara profesional berdasarkan surat izin praktik.
Analisis Kritis:
Kelebihan: Jauh lebih baik dari Definisi 1. Sudah mencakup proses kualifikasi (pendidikan, uji kompetensi, registrasi) dan menyebutkan kewenangan serta landasan praktik (surat izin praktik).
Kelemahan: Terlalu preskriptif dan bertele-tele untuk sebuah definisi di level Undang-Undang. Rincian seperti "menyerahkan obat dengan resep serta obat bebas,..." lebih cocok diatur dalam pasal-pasal mengenai kewenangan atau dalam standar profesi, bukan dalam definisi utama. Pencantuman detail teknis ini berisiko membuat definisi menjadi kaku dan cepat usang seiring perkembangan praktik.
Kesesuaian: Sedang. Secara substansi mulai sejalan dengan UU 17/2023, namun secara redaksional kurang ideal karena mencampuradukkan definisi dengan rincian kewenangan.
Definisi 3: Apoteker adalah tenaga kesehatan profesional di bidang kefarmasian yang telah lulus pendidikan profesi apoteker dan memiliki kewenangan menyelenggarakan praktik kefarmasian sesuai dengan kode etik dan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Analisis Kritis:
Kelebihan: Ringkas, jelas, dan lugas. Menempatkan Apoteker sebagai "tenaga kesehatan profesional", yang selaras dengan terminologi UU Kesehatan. Menyebutkan elemen kunci: kualifikasi (lulus pendidikan profesi) dan landasan praktik (kewenangan, etik, peraturan).
Kelemahan: Sedikit kurang kuat dalam menekankan akuntabilitas dan otoritas profesional secara eksplisit. Meskipun "kewenangan" sudah disebut, penekanan pada "otoritas" dan "akuntabilitas" seperti pada profesi Notaris akan memperkuat posisi Apoteker.
Kesesuaian: Baik. Definisi ini cukup solid sebagai definisi dasar dalam UU karena memberikan kerangka yang jelas tanpa terjebak dalam detail teknis yang tidak perlu.
Definisi 4: Apoteker adalah tenaga kesehatan profesional berizin praktik dengan otoritas dan akuntabilitas profesional untuk menyelenggarakan praktik kefarmasian secara mandiri maupun kolaboratif, baik tatap muka maupun jarak jauh, sesuai peraturan perundang-undangan dan standar profesi, guna menjamin mutu pelayanan, keselamatan pasien, serta penggunaan sediaan farmasi yang aman, efektif dan rasional.
Analisis Kritis:
Kelebihan: Sangat komprehensif dan modern. Secara eksplisit menyebutkan kata kunci dari UU 17/2023: otoritas, akuntabilitas, mutu pelayanan, dan keselamatan pasien. Mengakomodasi model praktik kontemporer (mandiri, kolaboratif, tatap muka, jarak jauh/telefarmasi). Menyebutkan tujuan akhir dari profesi, yang sejalan dengan visi WHO/FIP. Frasa "berizin praktik" sangat kuat secara yuridis.
Kelemahan: Mungkin sedikit panjang untuk sebuah definisi, namun setiap frasa di dalamnya memiliki bobot yuridis dan filosofis yang penting.
Kesesuaian: Sangat Tinggi. Definisi ini paling selaras dengan semangat dan nilai UU 17/2023. Pola logikanya menggabungkan yang terbaik dari model Advokat (status "berizin praktik") dan Notaris (fungsi "dengan otoritas dan akuntabilitas"), serta menginternalisasi tujuan luhur profesi dari WHO/FIP.
Definisi 5: Apoteker adalah tenaga kesehatan profesional yang memenuhi persyaratan dengan otoritas dan akuntabilitas profesional untuk menyelenggarakan praktik kefarmasian secara mandiri maupun kolaboratif, baik tatap muka maupun jarak jauh, sesuai peraturan perundang-undangan dan standar profesi, guna menjamin mutu pelayanan, keselamatan pasien, serta penggunaan sediaan farmasi yang aman, efektif dan rasional.
Analisis Kritis:
Kelebihan: Hampir identik dengan Definisi 4, dengan semua keunggulannya dalam hal modernitas, komprehensivitas, dan keselarasan dengan UU Kesehatan.
Kelemahan: Perbedaan utamanya terletak pada frasa "memenuhi persyaratan" dibandingkan "berizin praktik" pada Definisi 4. Frasa "memenuhi persyaratan" (mirip pola Advokat) sedikit lebih abstrak dan bisa menimbulkan ambiguitas. "Berizin praktik" adalah kondisi yang konkret, terukur, dan menjadi landasan legalitas operasional. Dalam konteks tenaga kesehatan, izin praktik adalah gerbang utama untuk dapat memberikan pelayanan, sehingga menyebutkannya secara eksplisit akan lebih kuat.
Kesesuaian: Tinggi. Sangat baik, namun Definisi 4 sedikit lebih unggul karena penggunaan frasa yang lebih operasional dan tegas secara hukum ("berizin praktik").
Pembahasan
Analisis komparatif terhadap kelima definisi Apoteker yang diajukan mengindikasikan adanya suatu progresi paradigma yang sistematis. Evolusi konseptual ini bergerak dari formulasi yang berorientasi pada kredensial akademis menuju definisi fungsional-akuntabel yang selaras dengan prinsip-prinsip tata kelola kesehatan modern, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Formulasi paling rudimenter, sebagaimana termaktub dalam Definisi pertama, membatasi identitas Apoteker pada pemenuhan syarat akademik dan seremonial. Definisi ini, yang menekankan kelulusan dan sumpah profesi, secara fundamental tidak memadai sebagai definisi operasional dalam kerangka hukum. Ketiadaan unsur-unsur esensial seperti kewenangan, akuntabilitas profesional, dan tujuan pelayanan (misalnya keselamatan pasien) menjadikannya tidak relevan dan inkongruen dengan postulat utama UU Kesehatan yang baru. Secara operasional, definisi ini sudah usang dan tidak layak digunakan dalam konteks modern.
Definisi kedua merepresentasikan upaya elaborasi awal dengan mengintegrasikan aspek prosedural kualifikasi dan rincian teknis kewenangan. Meskipun lebih komprehensif, formulasi ini mengandung kelemahan yuridis yang signifikan. Sifatnya yang terlalu preskriptif, dengan merinci tugas-tugas spesifik, mengurangi fleksibilitas hukum dan berisiko menjadi usang (obsolescence) seiring dengan dinamika perkembangan praktik kefarmasian. Tingkat preskripsi seperti ini lebih sesuai untuk regulasi turunan (misalnya standar profesi) daripada untuk definisi fundamental dalam undang-undang.
Progresi substansial tampak pada Definisi ketiga, yang mengartikulasikan Apoteker dari perspektif status profesional dan kewenangan dasar. Dengan memposisikan Apoteker sebagai tenaga kesehatan profesional yang praktiknya dilandasi oleh kewenangan, etika, dan peraturan perundangan, definisi ini menawarkan kerangka kerja yang solid dan fungsional. Pola definisinya mendekati model yuridis profesi Advokat yang berfokus pada status. Meskipun demikian, definisi ini belum secara eksplisit mengartikulasikan pilar-pilar akuntabilitas dan tujuan akhir dari pelayanan kefarmasian.
Puncak dari evolusi konseptual ini termanifestasi dalam Definisi keempat dan kelima. Keduanya menandai pergeseran paradigma menuju definisi yang berpusat pada otoritas, akuntabilitas, dan teleologi (tujuan) profesi. Keduanya secara eksplisit menginternalisasi terminologi kunci dari UU No. 17 Tahun 2023, seperti "mutu pelayanan," "keselamatan pasien," serta mengakui modalitas praktik kontemporer (mandiri, kolaboratif, dan jarak jauh).
Meskipun keduanya sangat maju, Definisi keempat memiliki keunggulan distingtif dari aspek yuridis-operasional. Penggunaan frasa "berizin praktik" merupakan predikat hukum yang konkret, terukur, dan menjadi landasan legalitas praktik. Ini lebih superior dibandingkan frasa "memenuhi persyaratan" dalam Definisi kelima yang bersifat lebih abstrak. Dengan demikian, Definisi keempat tidak hanya berhasil menyintesiskan model definisi berbasis status dan otoritas, tetapi juga menegaskan prasyarat operasional yang paling fundamental. Ini menjadikannya formulasi yang paling presisi, komprehensif, dan berdaya tahan untuk diadopsi dalam legislasi maupun standar profesi tingkat nasional.
Kesimpulan
Definisi yang paling sesuai dan layak untuk diadopsi sebagai definisi operasional dalam undang-undang dan standar profesi adalah Definisi 4.
Alasan:
Selaras Penuh dengan UU 17/2023: Menggunakan diksi kunci seperti otoritas, akuntabilitas, mutu pelayanan, dan keselamatan pasien yang merupakan jantung dari UU Kesehatan baru.
Kuat Secara Yuridis: Frasa "berizin praktik" adalah penanda legalitas yang paling konkret dan tidak ambigu, yang menjadi syarat mutlak penyelenggaraan praktik. Ini memberikan kepastian hukum.
Modern dan Adaptif: Secara eksplisit mengakui model praktik mandiri, kolaboratif, dan jarak jauh (telefarmasi), menjadikan definisi ini relevan untuk masa kini dan masa depan.
Mengadopsi Pola Terbaik: Menggabungkan pola definisi status (seperti Advokat, melalui "berizin praktik") dengan pola otoritas (seperti Notaris, melalui "otoritas dan akuntabilitas profesional").
Berorientasi pada Tujuan: Tidak hanya mendefinisikan siapa Apoteker, tetapi juga untuk tujuan apa mereka ada ("guna menjamin mutu..., keselamatan..., penggunaan sediaan farmasi yang aman, efektif dan rasional"), yang selaras dengan visi profesi global dari WHO dan FIP.
Oleh karena itu, Definisi 4 merupakan pilihan yang paling unggul karena bersifat komprehensif, tegas secara hukum, relevan dengan perkembangan zaman, dan sepenuhnya menangkap semangat transformasi sistem kesehatan Indonesia.
Disclaimer
(Artikel ini ditulis sebelum definisi ditetapkan oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan dibuat berdasarkan bentuk definisi yang telah ada dan yang mengemuka dalam wacana pembahasan terkait oleh KKI)